Bima,
Bimabangkit— Anggota Komisi V Dewan Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia (DPR RI), Mori Hanafi memastikan proyek pembangunan
Jembatan Lewamori di Kabupaten Bima Nusa Tenggara Barat akan dimulai tahun 2026
mendatang menggunakan anggaran Rp1,2 juta dengan sistem tahun jamak (multi
years).
Hal itu
disampaikan mantan pimpinan DPRD Provinsi NTB itu saat
dialog publik bertajuk Jembatan Lewa Mori Mimpi yang Dikejar (31 Tahun Mimpi
itu) yang digelar Tuwa Kawa Mataram, Rabu malam, 22 Oktober 2025.
Duta Pulau
Sumbawa di DPR RI itu menyebut, pembangunan Jembatan Lewamori masuk dalam
urutan pertama kategori proyek strategis
nasional (PSN) di NTB, kemudian diikuti penuntasan Samota dan Port to Port
Lombok (Lembar – Khayangan). Untuk itu,
ia meminta semua pihak mengawal upaya mewujudkan pembangunan yang digagas 31
tahun tersebut.
Polisiti Partai
Nasdem ini menjelaskan, pembangunan Jembatan Lewamori yang masuk dalam PSN pada
tahun 2026 mendatang untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di NTB.
“Kemarin sudah
kami bantu dari anggaran yang Rp22 triliun sudah kami ringkas cukup dengan
anggaran dengan angka Rp3,4 dan itu dari
pemerintah provinsi tidak banyak keluar duit, karena kita tahu sama-sama duit
pemeritah provinsi saat ini juga begitu ketat,” katanya.
Mori
membeberkan, terkait rencana pembangunan Jembatan Lewamori, pihaknya telah tiga
kali menyampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) DPR RI dengan Menteri
Perhubungan RI.
“Atas dasar itu
Pak Menteri sudah memerintahkan dengan persiapan-persiapan yang dimaksud. 10
hari yang lalu sama kepala balai, direktur (Kemenhub) untuk melakukan katakanlah
penyelesaian akhir. Saat ini posisinya kami sedang mengfinalisasi review designnya,”
katanya.
Mori
menjelaskan, review design sudah ada dan akan dipakai secara resmi pada 15 Desember
2025 mendatang. Selanjutnya terkait
rencana pembangunan dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) yang
disusun beberapa tahun lalu akan direvisi karena menyesuaikan dengan kondisi
saat ini.
“Terus terang
kami sudah melakukan komunikasi dengan Pak Bupati Bima untuk merevisi AMDAL
segera mungkin dua kali (namun) karena keadaan di Kabupaten Bima, atas
kesepakatan kami dengan balai (jalan dan jembatan) untuk revisi AMDAL diambil
alih oleh pusat. Dokumen AMDAL enam bulan itu insya Allah akan selesai,” jelas
Mori.
Panjang
Jembatan Lewamori dalam desain 600 meter, sedangkan panjang jalan di daratan
jalur jembatan 2,7 kilomter. Ujung jalur keluar dari jembatan di Desa Sondosia
Kecamatan Bolo Kabupaten Bima sekitar RSUD Sondosia. Berdasarkan review akhir, pada ujung
penghubung jalan jalur Jembatan Lewamori tidak akan dibuat lampu rambu lalu
lintas (trafic light), namun akan dilengkapi road block. Demikian juga di sisi
penghubung di Kecamatan Palibelo.
“Ketinggian
jembatan mempertimbangkan bandara. Ini harus ada rapat koordinasi pendahuluan
antara Balai NTB dengan Kepala Bandara NTB. Anggarannya nggak bisa lagi Rp1
triliun. Total anggaranya 1,2 triliun, kemunkgkinan dilakukan multi years
(tahun jamak),” ujar Mori.
Menurut Mori,
tidak masalah jika pembangunan Jembatan Lewamori yang masuk PSN tahun 2026
dibangun dengan pola tahun jamak (multi years). Namun yang terpenting setiap
tahun teralokasi anggaran untuk pembangunan.
“Peran provinsi
dan peran kabupaten. Itu nanti jembatan itu akan diberikan bahwa karakteristik Bima.
Kami sudah bagi tugas, di udaranya kalau naik pesawat, orang akan tahu bahwa
ini akan mendarat di bima. Itu icon Bima dari udara,” ujarnya.
Mantan
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan
(Bappeda Litbang) Kabupaten Bima yang juga Direktur Program Regional
Institute 104 – NTB, H Muzzakir menyambut baik upaya legislator asal
Dapil Pulau Sumbawa, Mori Hanafi memperjuangkan pembangunan Jembatan Lewa Mori.
Menurutnya,
rencana pembangunan tersebut harus didukung bersama dan dikawal oleh berbagai
elemen di daerah.
“Kita doakan segera
terwujud sebagai ikon Bima,” pintanya.
Dikatakanya,
jika pembangunan Jembatan Lewamori di Kabupaten Bima terwujud, maka juga akan
berimbas baik terhadap pemimpin daerah di Kabupaten Bima saat ini.
Terkait
kekhawatiran sebagian pihak kehadiran Jembatan Lewamori di Kabupaten Bima akan
menganggu mobilisasi ekonomi di wilayah Woha seperti Desa Talabiu dan sejumlah
desa lain di Kecamatan Woha, menurutnya mantan Ketua Divisi Ekonomi dan Bisnis Tim Percepatan
Pengembangan Kawasan Strategis SAMOTA Nusa Tenggara Barat ini, pembangunan Jembatan Lewamori harus dilihat
dalam perspektif holistik.
“Ikon atau
identitas daerah. Ini value atau nilai yang tidak bisa diukur dengan apapun, karena
kebanggaan daerah,” ujarnya.
Dikatakannya, urusan
teknis, AMDAL, desain, Rancang Bangun Rinci (Detail Engineering Design/ DED), studi
kelayakan (FS), pembebasan lahan dan lain-lain sudah selesai.
Menurutnya,
kekhawatiran sebagian kecil pihak efek pembangunan Jembatan Lewamori sama
dengan keraguan sebagian pihak saat pembangunan kereta cepat Whoosh.
“Sama dengan
pertanyaan, Whoosh hadir apakah mematikan KA Parahiyangan, penerbangan, travel,
bus Jakarta-Bandung, dan lain-lain. Apakah akan mati? Insya Allah tidak. Pemerintah
tentu telah membahas itu dalam FS (feasibility study),” ujarnya.
Pada bagian lain,
sejumlah warga menantikan realisasi uluran tangan pemerintah pusat mewujudkan
pembangunan Jemabatan Lewamori yang menghubungkan jalur nasional dari Kecamatan
Palibelo dari arah Kota Bima menuju Desa Sondosia Kecamatan Belo. Selain
mendorong dan mempercepat mobilitas kegiatan ekonomi masyarakat, kehadiran
Jembatan Lewamori dinantikan sebagai ikon di Kabupaten Bima. [B-19]

Komentar